REMAJA DALAM HARAPAN KITA


Akhir-akhir ini kita sering dicengangkan oleh prilaku-prilaku remaja yang ada disekitar kita, di rumah, di sekolah sampai di lingkungan kampung kita. Banyak dari generasi ini (orang tua) berharap mereka tumbuh dewasa dan hidup menjadi penyedap pandangan ibu dan bapaknya, tetapi kenyataan hari ini sangat jauh dari harapan-harapan itu. Kita banyak disuguhi berita baik dikoran maupun televisi tentang kasus-kasus kriminal, narkoba, sex dan lain sebagainya, mereka ternyata banyak diperankan oleh para remaja, lalu dimanakah sekolah itu yang anggarannya terus dinaikan pemerintah? Dimana lembaga pendidikan pesantren, dan satu pertanyaan yang paling menggelitik, dimana peran orang tuanya?
Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar
antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak
menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,
psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Papalia dan Olds (2001),
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan
berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.Pada masa
transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai
dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu
perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu
(Ekowarni, 1993). Kenakalan remaja adalah perilaku agresif dan respon
maladaptif lainnya yang terjadi ketika remaja tidak dapat beradaptasi terhadap
stimulus yang dihadapi. Hal ini terjadi karena remaja tidak dapat menyesuaikan
diri terhadap emosi yang mereka rasakan. Melihat kondisi tersebut apabila
didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang
kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan
perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di
masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja.
Kenakalan anak dan remaja itu disebabkan karena kegagalan dalam
memperoleh penghargaan dari masyarakat. Penghargaan yang remaja harapkan
adalah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa, remaja menginginkan
suatu peranan sebagaimana dilakukan orang dewasa. Akan tetapi orang dewasa
tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan itu karena belum adanya
rasa kepercayaan pada remaja. Orang dewasa masih menganggap remaja sebagai
anak-anak, karena remaja berada di masa pubertas yaitu suatu masa transisi dari
masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Saat itu remaja belum sanggup berperan
sebagai orang dewasa tetapi tidak mau disebut sebagai anak-anak. Karena orang
dewasa tidak mau memberikan peranan dan tanggung jawab kepada remaja, maka
hal itu dirasakan remaja sebagai kurangnya penghargaan. Perasaan kurang
dihargai itu muncul dalam kelainan-kelainan tingkah laku remaja seperti kebut-
kebutan di jalan raya, menghisap ganja, berkelahi yang biasa disebut sebagai
kenakalan remaja.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal
dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja
maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja
berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang
begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-
konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun
remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa
lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang
membuatnya merasa rendah diri (Dra. Rustinah dalam www.ubb.ac.id).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Masgudin (Maria 2005) dimana
seluruh responden merupakan remaja yang berumur 13-21 tahun pernah
melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong,
pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan
teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada
tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti
mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman
keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan
khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah,
menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta
menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya, juga kumpul kebo,
keadaan yang demikian cukup memprihatinkan.
Setiap hari kita mendengar berita tentang pencurian, perkelahian, tawuran,
seks bebas, penyalahgunaan narkoba dan masih banyak kasus yang lain. Telah
dilakukan penelitian di propinsi Jawa Barat tentang kenakalan remaja yang
berusia 13-19 tahun meliputi perilaku remaja dalam mengendarai kendaraan
bermotor dengan kecepatan tinggi (ngebut), keterlibatan perkelahian antar remaja,
keinginan untuk tidak mengikuti pelajaran di sekolah (membolos), meninggalkan
rumah tanpa seizin orang tua dan melakukan corat coret di dinding. Melakukan
tindakan kriminal seperti pemerasan, pencurian serta perusakan gedung. Hasil dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa dari 1.110 remaja di Jawa Barat (Bandung
dan Cianjur) remaja yang pernah mengendarai kendaran bermotor dengan
kecepatan tinggi sebanyak 33%, pengalaman membolos sebanyak 85,6%,
menyontek 80%, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua sebanyak 96,7%, corat
coret dinding 49,9%, pemerasan dan pencurian 7,2% dan perusakan gedung 5,7%.
Selain itu kenakalan remaja saat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) tahun 2007,
menunjukkan ada 10 kota yang presentase penyalahgunaan narkoba menempati
rangking tertinggi: Palu (8,4%), Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Maluku Utara
(5,9%), Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%),
Yogyakarta (4,1%) dan Pontianak (4,3%), belum lagi Jakarta yang tidak
dimasukkan dalam survey ini. Yang lebih mengejutkan adalah biaya ekonomi
terbesar di sepuluh kota itu justru untuk pembelian narkoba yang mencapai Rp.
3,6 trilliun dan mayoritas penggunanya adalah remaja.
Selama proses perkembangan, remaja mengalami krisis identitas, yang
disebabkan perubahan biologis (fisik) dan sosial. Permasalahan yang timbul
dalam proses integrasi pada kepribadian remaja meliputi: 1) terbentuknya
perasaan konsistensi atas kehidupannya, 2) pencapaian identitas peran melalui
penggabungan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya dimiliki yang
disesuaikan dengan peran yang dituntut (Erikson dalam Santrock, 1997).
Kenakalan remaja disebabkan kegagalan remaja mengintegrasikan
perasaan konsistensi atas kehidupan dengan pencapaian identitas peran. Remaja
yang dibatasi oleh lingkungan terhadap peran sosial (yang semestinya dapat
diterima remaja), membuat remaja merasa tidak mampu menerima tuntutan sosial
yang dibebankan kepadanya (Erikson dalam Santrock, 1997).

Remaja yang memiliki konsep diri positif mampu mengatasi dirinya,
memperhatikan dunia luar, dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial
(Beane & Lipka, 1986). Dengan memiliki konsep diri yang positif, maka remaja
mampu melaksanakan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan, sebaliknya,
remaja yang memiliki konsep diri negatif (rendah) sering kali melanggar aturan
dan norma yang ada dalam masyarakat yang mengarah pada kenakalan remaja
(Maria, 2007).
Menurut Mandel (2009), konsep diri yang negatif juga merupakan salah
satu faktor kontribusi bagi kenakalan remaja. Ketika remaja memiliki konsep diri
yang negatif, maka dalam perkembangannya remaja melihat lingkungan,
orangtua, dan kehidupan secara negatif.
Shavelson & Roger (1982) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk dan
berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian
orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Bagimana orang lain memperlakukan
individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan acuan
untuk menilai dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979). Masa remaja merupakan saat
individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaiman pendapat orang lain
tentang dirinya (Rosenberg dalam Demo & Seven-Williams, 1984). Pada masa
tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja
tidak hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam
pikirannya, namun remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang
lain tentang tentang dirinya ( Conger, 1977). Oleh karena itu tanggapan dan
penilaian orang lain tentang diri individu akan dapat berpengaruh pada bagaimana
individu menilai dirinya sendiri.
Conger ( dalam Mönks dkk, 1982) menyatakan bahwa remaja nakal
biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas,
mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Sifat –
sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam
Gunarsa, 1983) mengatakan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal
biasanya mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang
tidak bermasalah. Dengan demikian remaja memiliki konsep diri negatif memiliki
perilaku nakal yang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang memiliki
konsep diri positif.
Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara konsep diri dengan
perilaku kenakalan remaja?
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas peneliti memilih judul
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU
KENAKALAN REMAJA
B.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka tujuan dari penulis melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1. Hubungan antara konsep diri dengan perilaku kenakalan remaja.
2. Peran konsep diri terhadap perilaku kenakalan remaja.
3. Tingkatan konsep diri dan perilaku kenakalan remaja.

C.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan
psikologi sosial terutama yang berhubungan dengan kenakalan remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pendidik di SMA N 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya
Penelitian ini dapat di manfaatkan sebagai data agar sekolah dapat
meminimalisir perilaku kenakalan remaja yang ada di sekolahnya.
b. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan data yang signifikan mengenai
perilaku kenakalan remaja di lingkungan Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya.
c. Ilmuwan psikologi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data untuk mendukung
penelitian selanjutnya. Dan bisa menjadikan acuan untuk meneliti perilaku
kenakalan remaja di Kabupaten Tasikmalaya

0 Response to "REMAJA DALAM HARAPAN KITA"

Posting Komentar

Silahkan poskan komentar anda disini. Jangan lupa Like